MENGENAL AL-QUR`ÂN
(Terminologi dan Fungsi)
oleh Mahlail Syakur Sf.
A. AL-QUR’AN DAN BEBERAPA NAMANYA
Menggagas al-Qur`ân berarti mengajak pembaca untuk memahami wahyu terakhir yang hingga kini masih menuntut perhatian banyak kalangan untuk mengkajinya. Sebagai umat Islam tentu kita telah mengerti dan mengenal wahyu yang diturunkan kepada nabi terakhir, Muhammad saw. ibn ‘Abd Allâh, yakni al-Qur`ân. Namun kita perlu mengenal Iebih dekat lagi akan hakekatriya.
- Apakah al-Qur`ân itu hanya sekadar bacaan, ataukah juga merupakan pedoman bagi orang beriman, atau bagi seluruh ummat manusia?
- Bagaimanakah Ia diturunkan?
- Nama apakah yang sebenarnya paling sesuai baginya?
- Untuk apa ia diturunkan? Bagaimana kita harus mengetahui dan mempelajarinya?
1. Pengertian al-Qur`ân
Ditinjau dari segi bahasa, secara umum diketahui bahwa kata al-Qur’án (القران) berasal dari kata Qara`a (قرأ) yang merupakan isim musytaq dengan bentuk fi’il mudlari’nya adalah yaqra`u (يَقْرأ) dan mashdarnya adalah qirâ`ah (قِراءة) dan qur`ân (قُرْآن) dengan arti bacaan.
Ditinjau dari segi bahasa, secara umum diketahui bahwa kata al-Qur’án (القران) berasal dari kata Qara`a (قرأ) yang merupakan isim musytaq dengan bentuk fi’il mudlari’nya adalah yaqra`u (يَقْرأ) dan mashdarnya adalah qirâ`ah (قِراءة) dan qur`ân (قُرْآن) dengan arti bacaan.
Kata tersebut juga disinyalir bersinonim dengan kata al-jam’u (اْلجَمْع) dan al-dlammu (الضَمّ) yang berarti “mengumpulkan” atau “kumpulan”.
Menurut Manna’ al-Qathan, kata qur’ãn pada dasarnya bisa diartikan sebagai mengumpulkan huruf-huruf (ahruf, أَحْرُف) dan kata-kata (alfâdh, أَلْفَاظ) dalam suatu bacaan secara baik. Sedangkan kata al-Qur’ân yang dipakai sebagai nama bagi wahyu terakhir, menurut asalnya adalah searti dengan kata al-qirâ`ah (الْقِراءة), yang merupakan salah satu bentuk mashdar dari kata qara`a (قرأ)[1] yang searti dengan kata tilâwah (تِلاوة).
Di samping itu masih ada lagi bentuk mashdar dari lafadh qara`a ini, yaitu qur` (قُرْءٌ) yang ditulis tanpa alif dan nun yang mengikuti bentuk standar (wazan fi’il) fi’il madli fa’ala (فعل). Dengan demikian kata qara`a mempunyai tiga wazan (bentuk/ shighat) mashdar, yakni Qur`ân (قُرْآن), qirâ`ah (قِراءة) dan qur` (قُرْء).
Pandangan Para Ahli tentang kata al-Qur`ân
Di samping itu masih ada lagi bentuk mashdar dari lafadh qara`a ini, yaitu qur` (قُرْءٌ) yang ditulis tanpa alif dan nun yang mengikuti bentuk standar (wazan fi’il) fi’il madli fa’ala (فعل). Dengan demikian kata qara`a mempunyai tiga wazan (bentuk/ shighat) mashdar, yakni Qur`ân (قُرْآن), qirâ`ah (قِراءة) dan qur` (قُرْء).
Pandangan Para Ahli tentang kata al-Qur`ân
Para ‘Ulama masih berbeda pendapat dalam memberikan interpretasi harfiah sebagai keterangan di atas. Di antara mereka yang menjelaskan sebagai berikut adalah:
a. Al-Syafi’i; Kata al-Qur`ân bukan bentuk isim mahmuz dari kata qara`a (قرأ) sebagai kata-kata lainnya, tetapi merupakan isim ‘âlam yang dikhususkan (spesialisasi) sebagai nama bagi Kalam Allâh yang terakhir untuk nabi sekaligus rasul terakhir.
a. Al-Syafi’i; Kata al-Qur`ân bukan bentuk isim mahmuz dari kata qara`a (قرأ) sebagai kata-kata lainnya, tetapi merupakan isim ‘âlam yang dikhususkan (spesialisasi) sebagai nama bagi Kalam Allâh yang terakhir untuk nabi sekaligus rasul terakhir.
Kata al-Qur`ân tidak perlu diartikan atau dicari maknanya secara hermeneutik sebagaimana kata Injil sebagai nama bagi Kitab Nabi Isa as. dan Taurat sebagai nama bagi Kitab Nabi Musa as.
b. Al-Farra` (wft. 207 H.); Kata al-Qur’ân merupakan kata pecahan (musytaq) dari kata qarã-in (قَرَائِن) yang merupakan bentuk jama’ dari kata qarinah (قَرينة) yang berarti “alasan” atau “bukti” (indikator).
c. Al-Zajjaj (wft 311 H.) menyatakan, bahwa kata al-Qur`ân yang ditulis dan dibaca tanpa hamzah itu hanya karena alasan untuk meringankan bacaan bagi bangsa Arab (ketika itu) atau yang dikenal dengan terma takhfif (تخفيف).
d. Al-Lihyani menyatakan, bahwa kata a1-Qurãn merupakan bentuk mashdar dari kata qara`a (قرأ) sebagaimana bentuk kata rujhãn (رُجْحان) dan ghufrân (غُفْران) yang berfungsi sebagai kata isim dengan fungsi makna sebagai isim maf’ul (اسم مفعول). Maka dengan demikian kata al-Qur`ân mempunyai arti “yang dibaca”, yakni sesuatu yang senantiasa menjadi bacaan bagi siapa pun yang mencintainya, baik dalam shalat maupun lainnya.
e. Al-Asy’ari (wft. 324 H.), seorang ahli dan perintis ilmu Kalam memberikan pandangan bahwa kata al-Qur`ân itu tidak berhamzah, karena kata tersebut merupakan bentuk kata yang musytaq (kata bentukan atau pecahan) dari kata qarana (قَرَن) yang berarti “menggabungkan” atau “membersamakan”. Hal mana al-Qur`ân memang merupakan rangkaian ayat-ayat dan atau surat-surat yang terhimpun dalam satu mushhaf.
f. al-Zarkasyi juga tidak ketinggalan dalam hal mi. Beliau menyatakan bahwa kata al-Qur’ân adalah lafadh musytaq dari kata al-Qar`u (الْقَرْء) yang searti dengan kata al-Jam’u (الجمع), yang berarti “himpunan” atau “kumpulan”. Pengertian ini beliau angkat dari kenyataan, bahwa kebiasaan orang Arab adalah mengucapkan ungkapan قَرَأْتُ اْلمَاءَ ِفي اْلحَوْضِ (Saya mengumpulkan air dalam telaga). Demikian pula halnya yang ada pada kata al-Qur`ân, yang memang merupakan kumpulan isi dan buah dari kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya. Kecuali itu al-Qurãn juga menghimpun berbagai macam ilmu. Kiranya pemikiran ini sejalan dengan firman Allâh SWT. dalam surat al-An'am ayat 38:
.... مَا فَرَّطْنَا ِفي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ اِلىَ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
(.… Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan)
g. Shubhi al-Shalih dalam hal ml hanya memberikan penilalan, bawa pendapat yang paling kuat adalah yang menyatakan bawa kata al-Qur’ân merupakan bentuk mashdar sebagai sinoim dari kata qirâ-`ah (قِراءة) yang berarti bacaan. Beliau menambahkan, bahwa lafadh qara`a (قرأ) yang semakna dengan lafadh talâ - yatlu (تَلَى - يَتْلُو) itu berasal dari bahasa Arami, dan kata tersebut telah dipakai dan menjadi bahasa baku dalam bahasa Arab ketika al-al-Qur`ân diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.. Kemudian kata itu dijadikan nama abadi bagi Kitab Suci umat Islam.
Adapun secara terminologis, pengertian al-Qur`ân adalah sebagai disebutkan berikut ini.
a. Menurut Ali al-Shabuni (wft. 1390 H.), al-Qur`ân adalah kalam Allâh yang bernilai mu’jizat yang diturunkan kepada nabi terakhir (Khâtam al-anbiyâ` = خاتم الأنبياء) dengan perantara Malaikat Jibril as. yang tertulis pada Mushhaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan bacaannya termasuk ibadah, yang diawali dengan surat al-Fatihah dan ditutup dengan surat al-Nas.
b. Al-Suyuthi menerangkan, bahwa al-Qur`ãn adalah kalam Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang tidak ditandingi oleh penentangnya walau hanya sekadar berupa satu surat.
c. Menurut Manna’ al-Qathan, al-Qur`ân adalah kalam Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang bacaannya dianggap sebagai ibadah.
d. Menurut Kamaluddin Marzuki, al-Qur`än adalah kalam Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang bacaannya adalah bernilai ibadah, yang susunan kata dan isinya merupakan mu’jizat, termaktub dalam suatu Mushhaf dan dinukil secara mutawatir.
e. Drs. H. Basrah Lubis menulis, bahwa ai-Qur`ân adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara Malaikat Jibril as. dan sebagal pedoman hidup bagi umat manusia.
f. Menurut para ahil Ushul Fiqh, al-Qur`ãn adalah nama bagi keseluruhan al-Qur`ân dan nama bagi suku-sukunya. Maka dengan demikian satu ayat pun darinya bisa disebut al-Qur`ãn.
g. Para Ahli Kalam memberikan batasan al-Qur`ân dengan menyatakan, bahwa al-Qur`ãn adalah kalam azali yang menetap pada zat Allâh yang senantiasa bergerak (tak pernah diam) dan tak pernah ditimpa musibah.
h. Para ahli agama (Ahli Ushul) berpendapat, bahwa al-Qur`ãn adalah nama bagi kalam Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam Mushhaf.
i. Ikhtlshar penulis, al-Qur`ân adalah Kalam Allâh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai rasul terakhir di akhir zaman, (ada yang) melalui Malaikat Jibril as. yang dalam bentuknya sekarang termaktub dengan jelas dalam Mushhaf ‘Utsmani dengan menggunakan bahasa Arab, keseluruhannya merupakan mu’jizat, yang sampai pada kita selaku umatnya dengan jalan mutawatir, jika dibaca maka bacaannya dinilai ibadah, baik dalam shalat maupun lainnya, dan dihukum kafir orang yang mengingkarinya.
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa ciri al-Qur`ân adalah:
1) Kalam Allâh (كلام الله)
2) Diturunkan kepada Nabi Muhammad (المنزل على محمد)
3) Dengan (tidak semua) peraritara Jibril as.
4) Menggunakan (sesuai) bahasa Arab (بلسان عربيّ)
5) Merupakan mu’jizat (المعجز)
6) Bacaannya dinilai ibadah (المتعبد بتلاوته)
7) Berdasarkan rlwayat mutawatir (المتواتر)
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka kita pun telah sampai pada pemahaman bahwa kalam Allâh yang diturunkan kepada para nabi selain Nabi Muhammad saw. tidak dapat disebut sebagal al-Qur`ân. Begitu pula firman (kalam) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. tetapi membacanya tidak termasuk kategori ibadah, maka ia bukan al-Qur`ân, tetapi hanya disebut sebagai Hadits Qudsi.
2. Nama-nama Al-Qurân
Wahyu Allâh yang diturunkan sebagai kitab terakhir diberi nama yang termasyhur, yakni al-Qur`ân yang berarti “bacaan”. Nama-nama lain yang dimllikinya cukup banyak. Antara lain adalah:
a. Al-Kitab (الكتاب) atau Kitab Allâh yang berarti “catatan” sebagaimana disebut dalam surat al-Baqarah ayat 2:
ذلك الكتاب لاريب فيه ...
Dan dalam surat al-An’ãm ayat 114 Allâh SWT. menyebutnya dengan nama tersebut:
.... وهو الذي انزل اليكم الكتاب مفصّلا ...
b. Al-Furqan (الفرقان) yang berarti “pembeda” (antara yang baik dan buruk) sebagai tersurat dalam surat al-Furqan ayat 1:
تبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ...
c. Al-Dzikr (الذكر) yang berarti ”peringatan” sebagai yang tercantum dalam firman Allâh dalam surat al-Hijr ayat 9:
انا نحن نزلنا الذكر وانا له لحافظون
d. Al-Qur`ãn (القران) yang berarti “bacaan” dan merupakan salah satu nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Nama lnilah yang paling terkenal dan dikenal baginya, serta paling sering disebut dalam al-Qur`ân itu sendiri. Paling tidak sebanyak limapuluh kali kata ini disebut dalam al-Qur`ân. Di antara pemakaian kata al-Qur`ân sebagai salah satu nama bagi Wahyu terakhir adalah tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 185:
شهر رمضان الذي انزل فيه القران ...
Dalam surat al-Hijr ayat 87 juga terdapat kata al-Qur’ân:
ولقد اتيناك سبعا من المثاني والقران العظيم
Mengenai penggunaan kata al-Qur`ân sebagal nama bagi Kitab al-Qurân tersebut dapat diperhatikan dalam ayat-ayat berikut ini. Yakni ayat 88 surat al-lsrã, ayat 2 surat Thâhâ, ayat 6 surat al-Naml, ayat 29 surat al-Ahqaf, ayat 77 surat al-Waqi’ah, ayat 21 surat al-Hasyr dan ayat 23 surat al-Dahr.
e. Al-Tanzil (التنزيل) yang berarti “yang diturunkan”, tersebut dalam surat as-Syu’arã ayat 192:
وانه لتنزيل رب العالمين
Di samping nama-nama di atas masih banyak nama yang diberikan kepada al-Qur`ân, seperti mushhhaf, kalam, dan sebagainya. Menurut al-Zarkasyi, Abu al-Ma’ali al-’Azizi ibn ‘Abd al-Malik bahkan menjelaskan bahwa al-Qur`ãn mempunyai 55 nama.
1) Kalam Allâh (كلام الله)
2) Diturunkan kepada Nabi Muhammad (المنزل على محمد)
3) Dengan (tidak semua) peraritara Jibril as.
4) Menggunakan (sesuai) bahasa Arab (بلسان عربيّ)
5) Merupakan mu’jizat (المعجز)
6) Bacaannya dinilai ibadah (المتعبد بتلاوته)
7) Berdasarkan rlwayat mutawatir (المتواتر)
Dengan memperhatikan beberapa definisi di atas, maka kita pun telah sampai pada pemahaman bahwa kalam Allâh yang diturunkan kepada para nabi selain Nabi Muhammad saw. tidak dapat disebut sebagal al-Qur`ân. Begitu pula firman (kalam) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. tetapi membacanya tidak termasuk kategori ibadah, maka ia bukan al-Qur`ân, tetapi hanya disebut sebagai Hadits Qudsi.
2. Nama-nama Al-Qurân
Wahyu Allâh yang diturunkan sebagai kitab terakhir diberi nama yang termasyhur, yakni al-Qur`ân yang berarti “bacaan”. Nama-nama lain yang dimllikinya cukup banyak. Antara lain adalah:
a. Al-Kitab (الكتاب) atau Kitab Allâh yang berarti “catatan” sebagaimana disebut dalam surat al-Baqarah ayat 2:
ذلك الكتاب لاريب فيه ...
Dan dalam surat al-An’ãm ayat 114 Allâh SWT. menyebutnya dengan nama tersebut:
.... وهو الذي انزل اليكم الكتاب مفصّلا ...
b. Al-Furqan (الفرقان) yang berarti “pembeda” (antara yang baik dan buruk) sebagai tersurat dalam surat al-Furqan ayat 1:
تبارك الذي نزّل الفرقان على عبده ...
c. Al-Dzikr (الذكر) yang berarti ”peringatan” sebagai yang tercantum dalam firman Allâh dalam surat al-Hijr ayat 9:
انا نحن نزلنا الذكر وانا له لحافظون
d. Al-Qur`ãn (القران) yang berarti “bacaan” dan merupakan salah satu nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Nama lnilah yang paling terkenal dan dikenal baginya, serta paling sering disebut dalam al-Qur`ân itu sendiri. Paling tidak sebanyak limapuluh kali kata ini disebut dalam al-Qur`ân. Di antara pemakaian kata al-Qur`ân sebagai salah satu nama bagi Wahyu terakhir adalah tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 185:
شهر رمضان الذي انزل فيه القران ...
Dalam surat al-Hijr ayat 87 juga terdapat kata al-Qur’ân:
ولقد اتيناك سبعا من المثاني والقران العظيم
Mengenai penggunaan kata al-Qur`ân sebagal nama bagi Kitab al-Qurân tersebut dapat diperhatikan dalam ayat-ayat berikut ini. Yakni ayat 88 surat al-lsrã, ayat 2 surat Thâhâ, ayat 6 surat al-Naml, ayat 29 surat al-Ahqaf, ayat 77 surat al-Waqi’ah, ayat 21 surat al-Hasyr dan ayat 23 surat al-Dahr.
e. Al-Tanzil (التنزيل) yang berarti “yang diturunkan”, tersebut dalam surat as-Syu’arã ayat 192:
وانه لتنزيل رب العالمين
Di samping nama-nama di atas masih banyak nama yang diberikan kepada al-Qur`ân, seperti mushhhaf, kalam, dan sebagainya. Menurut al-Zarkasyi, Abu al-Ma’ali al-’Azizi ibn ‘Abd al-Malik bahkan menjelaskan bahwa al-Qur`ãn mempunyai 55 nama.
B. KEDUDUKAN AL-QUR’AN DAN FUNGSINYA BAGI KEHIDUPAN MANUSIA
Nabi Muhammad ibn ‘Abd Allâh saw. diangkat sebagai rasul dilengkapi dengan tugas-tugas yang disertai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya. Petunjuk-petunjuk tersebut secara lengkap termuat dalam al-Qur`ân. sebagai alat untuk memahami dan menerima ajaran Islam. Agama Islam mengajak manusia agar menjadi umat pilihan, yakni umat yang sempurna lahir-batin, mampu berrkomunikasi dengan Tuhannya dan dengan sesamanya, juga dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia berhajat kepada hal-hal yang sangat bermanfa’at bagi kehidupannya. Dan sebagai umat Islam, al-Qur`ânlah yang perlu mendapat perhatian dalam kehidupan mereka.
1. Kedudukan al-Qur’án
Sebagai wahyu terakhir al-Qur`ân mempunyai banyak kedudukan bagi kehidupah manusia. Antara lain adalah:
a. Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam; bahwa al-Qur`ân merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Hal ini didasari oleh firman Allâh dalam surat an-Nisa` ayat 105:
اِنَّا نَزَّلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ ِبمَآ اَرَـكَ الله ُ ...
b. Sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia. Allâh berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي اُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ ...
Dalam surat al-Isra` ayat 9 Allâh berfirman:
اِنَّ هذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلِّتِي هِيَ اَقْوَمُ ...
c. Sebagai nasehat, obat, hidayah dan rahmat bagi orang-orang beriman, sebagai difirmankan dalam surat Yunus ayat 57:
يَآاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَآءٌ ِلمَا ِفي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَْحمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ...
d. Sebagai penyampai berita gembira bagi orang-orang beriman. Berkaitan dengan hal ini Allâh berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 97:
.... وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Baca pula surat an-Naml ayat 2, an-Nahl ayat 89 dan 102, al-Ahqaf ayat 12, Yunus ayat 64, az-Zumar ayat 17, dan sebagainya.
e. Sebagai penawar hati (Syifa’ = شفاء) bagi crang yanç rnembaca dan mempe!jarl islnya hingga mendapat ketenangar den ketenteraman. Skala rasionalnya adalah bahwa orang yang membaca ayat-ayat berarti ia mengadakan komunikasi dengan Allâh. Berkomunikasi dengan Allâh SWT. disebut dengan terma dzikr. Dan selalu berdzikir kepada Allâh SWT. telah dijanjikan akan mendapat ketenangan hati, insya Allâh. Keterangan selanjutnya dapat dibaca surat al-Ra’d ayat 28:
.... اَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ...
2. Fungsi al-Qur`ân
Keberadaan al-Qur`ân sebagai wahyu terakhir mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
a. untuk membenarkan atau menjadi saksi kebenaran (mushaddiq = مصدّق) bagi kitab-kitab sebelumnya. Misalnya dalam keterangan firman Allah dalam surat an-Nisa` ayat 105:
ونزّل عليك الكتاب بالحقّ مصدّقا لما بين يديه وانزل التورـة والانجيل ...
b. untuk menjadi tuntunan (imam) bagi umat yang beriman sebagai layaknya Taurat menjadi imam sekaligus rahmat bagi pengikut Nabi Musa as. Keterangan ini tersebut dalam firman Allâh pada surat Hud ayat 17 sebagai berikut:
افمن كان على بيّنة من ربِّه ويتلوه شاهد منه ومن قبله كتاب موسى اماما ورحمة ...
c. untuk menjadi cahaya (nur) yang mampu menerangi kegelapan alam pikir manusia hingga mereka mampu melihat kebenaran dan menyingkirkan kebatilan. Fungsi ini tersurat dalam surat an-Nisa` ayat 174:
..... وانزلنآ اليكم نورا مبينا
d. untuk menegur dan memperingatkan manusia agar senantiasa berada pada jalan yang tidak sesat demi menggapai kebahagiaan yang haqiqi, yaitu surga. Fungsi ini sesuai dengan salah satu nama al-Qur`ân, yakni ad-Dzikr (الذكر). Bacalah surat ar-Ra’d ayat 28, atau surat al-Hijr ayat 9.
e. Untuk memberi dan menyampaikan berita kepada manusia, bahwa setelah kematian ada kehidupan yang abadi. Siapa pun yang berbuat kebajikan di dunia, maka ia niscaya akan memperoleh kesenangan di akhirat, dan barangsiapa berlaku jahat di dunia, niscaya ia akan memperoleh kesengsaraan di akhirat kelak. Fungsi ini dikenal dengan istilah basyir dan nadzir (بشير ونذير). Surat Fushilat ayat 3 dan 4 menjelaskan demikian:
(Kitab yangdijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan ….)
Wa Allâhu a’lam bi al-shawâb
Nabi Muhammad ibn ‘Abd Allâh saw. diangkat sebagai rasul dilengkapi dengan tugas-tugas yang disertai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaannya. Petunjuk-petunjuk tersebut secara lengkap termuat dalam al-Qur`ân. sebagai alat untuk memahami dan menerima ajaran Islam. Agama Islam mengajak manusia agar menjadi umat pilihan, yakni umat yang sempurna lahir-batin, mampu berrkomunikasi dengan Tuhannya dan dengan sesamanya, juga dirinya sendiri. Oleh karena itu manusia berhajat kepada hal-hal yang sangat bermanfa’at bagi kehidupannya. Dan sebagai umat Islam, al-Qur`ânlah yang perlu mendapat perhatian dalam kehidupan mereka.
1. Kedudukan al-Qur’án
Sebagai wahyu terakhir al-Qur`ân mempunyai banyak kedudukan bagi kehidupah manusia. Antara lain adalah:
a. Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam; bahwa al-Qur`ân merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Hal ini didasari oleh firman Allâh dalam surat an-Nisa` ayat 105:
اِنَّا نَزَّلْنَآ اِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ ِبمَآ اَرَـكَ الله ُ ...
b. Sebagai pedoman dan petunjuk bagi kehidupan manusia. Allâh berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 185:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي اُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ ...
Dalam surat al-Isra` ayat 9 Allâh berfirman:
اِنَّ هذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلِّتِي هِيَ اَقْوَمُ ...
c. Sebagai nasehat, obat, hidayah dan rahmat bagi orang-orang beriman, sebagai difirmankan dalam surat Yunus ayat 57:
يَآاَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَآءٌ ِلمَا ِفي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَْحمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ...
d. Sebagai penyampai berita gembira bagi orang-orang beriman. Berkaitan dengan hal ini Allâh berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 97:
.... وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ
Baca pula surat an-Naml ayat 2, an-Nahl ayat 89 dan 102, al-Ahqaf ayat 12, Yunus ayat 64, az-Zumar ayat 17, dan sebagainya.
e. Sebagai penawar hati (Syifa’ = شفاء) bagi crang yanç rnembaca dan mempe!jarl islnya hingga mendapat ketenangar den ketenteraman. Skala rasionalnya adalah bahwa orang yang membaca ayat-ayat berarti ia mengadakan komunikasi dengan Allâh. Berkomunikasi dengan Allâh SWT. disebut dengan terma dzikr. Dan selalu berdzikir kepada Allâh SWT. telah dijanjikan akan mendapat ketenangan hati, insya Allâh. Keterangan selanjutnya dapat dibaca surat al-Ra’d ayat 28:
.... اَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ...
2. Fungsi al-Qur`ân
Keberadaan al-Qur`ân sebagai wahyu terakhir mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai berikut:
a. untuk membenarkan atau menjadi saksi kebenaran (mushaddiq = مصدّق) bagi kitab-kitab sebelumnya. Misalnya dalam keterangan firman Allah dalam surat an-Nisa` ayat 105:
ونزّل عليك الكتاب بالحقّ مصدّقا لما بين يديه وانزل التورـة والانجيل ...
b. untuk menjadi tuntunan (imam) bagi umat yang beriman sebagai layaknya Taurat menjadi imam sekaligus rahmat bagi pengikut Nabi Musa as. Keterangan ini tersebut dalam firman Allâh pada surat Hud ayat 17 sebagai berikut:
افمن كان على بيّنة من ربِّه ويتلوه شاهد منه ومن قبله كتاب موسى اماما ورحمة ...
c. untuk menjadi cahaya (nur) yang mampu menerangi kegelapan alam pikir manusia hingga mereka mampu melihat kebenaran dan menyingkirkan kebatilan. Fungsi ini tersurat dalam surat an-Nisa` ayat 174:
..... وانزلنآ اليكم نورا مبينا
d. untuk menegur dan memperingatkan manusia agar senantiasa berada pada jalan yang tidak sesat demi menggapai kebahagiaan yang haqiqi, yaitu surga. Fungsi ini sesuai dengan salah satu nama al-Qur`ân, yakni ad-Dzikr (الذكر). Bacalah surat ar-Ra’d ayat 28, atau surat al-Hijr ayat 9.
e. Untuk memberi dan menyampaikan berita kepada manusia, bahwa setelah kematian ada kehidupan yang abadi. Siapa pun yang berbuat kebajikan di dunia, maka ia niscaya akan memperoleh kesenangan di akhirat, dan barangsiapa berlaku jahat di dunia, niscaya ia akan memperoleh kesengsaraan di akhirat kelak. Fungsi ini dikenal dengan istilah basyir dan nadzir (بشير ونذير). Surat Fushilat ayat 3 dan 4 menjelaskan demikian:
(Kitab yangdijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan ….)
Wa Allâhu a’lam bi al-shawâb
Suwun pak 🙏
BalasHapusSiwun pak syakur🙏
BalasHapusMatur suwun pak
BalasHapusTerimakasih bapak🙏
BalasHapusTerimakasih pak
BalasHapus
BalasHapusMatursuwun sanget 🙏🏻